Perdarahan Sendi Pada Hemofilia

Superadmin (03 Juli 2022)

Hemofilia adalah gangguan pembekuan darah yang terjadi akibat kelainan genetik, Hemofili diturunkan secara X – linked karena kekurangan faktor koagulasi VIII ( FVIII) pada hemofilia A atau factor IX ( FIX) pada hemofilia B. Jumlah penderita hemofili A lebih banyak dibandingkan penderita hemofili B, dengan perkiraan 80-85% penderita hemofili adalah penyandang hemofili A. Angka kejadian Hemofilia sekitar 1 per 10.000 kelahiran hidup, sehingga jumlah penderita hemofili seluruh dunia diperkirakan 400.000 orang.

 

Gejala Hemofilia

Gejala yang khas adalah perdarahan sendi dan otot. Perdarahan sendi gejalanya sendi terasa nyeri terutama bila digerakkan, bengkak, dan kulit di atasnya teraba lebih hangat dibanding sekitarnya. Dapat terjadi secara spontan tanpa trauma/benturan. Perdarahan sendi berulang akan menyebabkan kerusakan sendi dan pada akhirnya menimbulkan cacat permanen.

Perdarahan otot gejalanya nyeri bila digerakkan, bengkak dan teraba keras dan lebih hangat dibanding sekitarnya. Sering juga terjadi lebam atau memar, akibat perdarahan pada kulit dan jaringan lunak di bawah kulit. Bila terjadi luka, perdarahan sulit berhenti, terutama pasca operasi, cabut gigi, sunat atau luka berat akibat kecelakaan.

Perdarahan juga dapat terjadi pada organ tubuh lain seperti mulut, hidung (mimisan), saluran napas, saluran cerna, saluran kemih dan otak. Gejala dapat terlihat sejak usia bayi (kurang dari 1 tahun ), yaitu sering lebam/memar pada saat belajar merangkak atau berjalan

Perdarahan sendi

Salah satu manifestasi klinis perdarahan pada hemofilia adalah hemartrosis atau perdarahan sendi. Hemartrosis akut merupakan manifestasi perdarahan yang tersering pada hemofilia berat yaitu sekitar 85% dari seluruh episode perdarahan. Apabila hemartrosis terjadi berulang kali, dapat menyebabkan artropati kronik yaitu kerusakan sendi. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi lutut, kemudian berturut-turut. Sendi siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan,panggul, lengan, dan kaki.

Insidens dan derajat hemartrosis dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu; kadar faktor VIII atau IX yang beredar dalam sirkulasi, episod trauma dan usia pasien. Adanya antibodi atau inhibitor tidak mempengaruhi derajat dan frekuensi hemartrosis.

 

Patogenesis Artropati kronik

Pada hemartrosis, kejadian yang paling ditakuti adalah terjadinya artropati kronik hemofilia sebagai akibat terpaparnya jaringan sendi terhadap perdarahan intraartikular berulang dan berkepanjangan, sehingga mengakibatkan kerusakan sendi. Kerusakan sendi yang terjadi dapat melalui beberapa mekanisme yang melibatkan jaringan sinovial, cairan sinovial dan kartilago artikular. Fungsi cairan sinovial berfungsi untuk lubrikasi, nutrisi jaringan sendi dan shock absorber, sedangkan fungsi membran sinovial untuk mengatur volume cairan sinovial dan membersihkan cairan sinovial dari debris antara lain darah 3

Perdarahan intra-artikular yang berkepanjangan akan menyebabkan peningkatan tekanan intra-artikular sehingga mengakibatkan kerusakan sinovium dan destruksi kartilago artikular.

Klasifikasi Hemartrosis

Klasifikasi hemartrosis dibedakan secara klinis dan radiologis. Klasifikasi secara klinis bermanfaat untuk menentukan tatalaksana medis sedangkan klasifikasi secara radiologis untuk menentukan tatalaksana bedah. Klasifikasi secara klinis dibagi menjadi 3 yaitu:

Hemartrosis akut

Hemartrosis akut terjadi secara cepat setelah gejala prodroma berupa rasa nyeri dan kekakuan. Sendi menjadi tegang, bengkak, keras, panas dan nyeri, sedang kulit di atasnya mengkilat dan merah. Sendi yang terkena selalu dalam posisi fleksi dan terbatas pergerakannya oleh karena hemartrosis dan nyeri. Nyeri cepat menghilang dengan pemberian faktor pembekuan.

Hemartrosis subakut

Hemartrosis subakut terjadi setelah dua kali atau lebih hemartrosis akut, meskipun telah diberikan terapi yang adekuat. Sinovium menebal dan terdapat restriksi sedang di pergerakan sendi. Nyeri bukan merupakan gejala utama tahap subakut ini

Hemartrosis kronis

Hemartrosis kronis terjadi setelah hemartrosis subakut berlangsung selama 6 bulan atau lebih

 

Secara Radiologis dibagi menjadi :

 

Stadium I

Pada stadium I tidak terdapat kelainan tulang, hanya terdapat pembengkakan jaringan lunak di sekitar sendi.

 

Stadium II

Pada stadium II biasanya bersamaan dengan stadium klinis yang disebut hemartrosis subakut.Terdapat osteoporosis terutama pada epifisis, selain terdapat pertumbuhan epifisis terutama pada sendi lutut dan siku. Integritas sendi tetap baik, tanpa adanya penyempitan ruang kartilago

dan tidak terdapat kista tulang.

 

Stadium III

Pada stadium III terjadi disorganisasi sendi yang tampak pada gambaran radiologis, tetapi tidak terdapat penyempitan ruang kartilago yang bermakna. Lekukan interkondilar pada sendi lutut dan trokanter ulna biasanya melebar. Pada fase ini gambaran radiologis penting yang ditemukan adalah kartilago sendi tetap utuh. Stadium ini merupakan stadium akhir artropati yang masih reversibel terhadap tatalaksana medis Stadium IV

 

Stadium IV

ditandai dengan penyempitan ruang sendi dan terdapat kerusakan kartilago.

 

Stadium V

Stadium V merupakan fase akhir, ditandai dengan kontraktur sendi, fibrosis sendi ,ruang sendi menghilang, pembesaran epifisis yang luas dan disorganisasi hebat struktur sendi. Sendi. Pada stadium ini jarang terjadi perdarahan.

 

Tata laksana

 

Bila terjadi hemartrosis perlu kontrol perdarahan untuk menjamin homeostasis dengan  pemberian terapi pengganti (replacement therapy)1, 3

Dalam tatalaksana hemartrosis prinsip RICE seperti Rest, Immobilizatio, Ice dan elevation juga diterapkan.

 

 

 

 

Terapi pengganti

 

    Terapi pengganti yang yang diberikan pada penderita hemofilia A adalah konsentrat FVIII dan pada penderita hemofili B konsentrat FIX, apabila tidak tersedia bisa mempergunakan FFP atau kriopresipitat.

 

    Dosis yang diperlukan untuk terapi pengganti adalah target kadar plasma 10% sampai 20% selama 1-2 hari

 

    Dasar terapi: Setiap 1 IU/kgBB dapat menaikkan 2% FVIII atau 1% FIX plasma darah

 

    Rumus perhitungan dosis AHF:

 

FVIII = BB x peningkatan FVIII yang diinginkan (%) x 0,5 FIX = BB x peningkatan FIX yang diinginkan (%)

 

    Waktu paruh FVIII 8-12 jam, FIX 18-24 jam

Evaluasi harus dilakukan apabila lebih dari 3 hari gejala tetap berlangsung .

 

Rehabilitasi dikerjakan sebagai bagian dari tatalaksana untuk hemartrosis terapi lainnya obat menghilangkan nyeri dan anti inflamasi, Tujuan terapi untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi sendi serta mencegah rtropati kronik.

 

Respon terapi bisa dilihat dari tabel di bawah ini

 

Tabel 1.  Definisi respon terapi pada hemartrosis akut

 

 


Referensi

 

1.         World Federation of Hemophilia , Guidelines for the management of hemophilia, 2nd ed, www.wfh.org

 

2.         Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia, Apa itu hemofilia, https://hemofilia.or.id, diakses pada tanggal 10 Maret 2020

 

3.         Gatot D, Handrayastuti S, Hemartrosis pada hemofilia, Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000: 36 – 42